Legalitas dalam Digital Marketing dan Pembuatan Konten
Di dunia yang serba digital seperti sekarang, siapa pun bisa jadi kreator atau pebisnis hanya bermodalkan smartphone dan koneksi internet. Tapi di balik kemudahan itu, banyak yang belum sadar bahwa setiap aktivitas digital — mulai dari membuat konten hingga mempromosikan produk — juga punya aturan hukum yang harus diperhatikan. Tanpa pemahaman tentang aspek legal ini, seseorang bisa dengan mudah tersandung masalah, mulai dari pelanggaran hak cipta, kesalahpahaman kontrak kerja sama, sampai laporan karena melanggar Undang-Undang ITE.
Salah satu kesalahan paling umum adalah penggunaan konten orang lain tanpa izin. Banyak yang merasa bebas mengambil gambar dari Google, lagu dari YouTube, atau potongan video dari media sosial untuk dijadikan bagian dari kontennya. Padahal, hampir semua karya digital memiliki hak cipta otomatis yang tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk keperluan komersial. Jika kamu menggunakan karya orang lain tanpa izin atau lisensi yang sah, kamu bisa dianggap melanggar hukum. Konsekuensinya bisa berupa teguran, pemblokiran konten, bahkan tuntutan hukum.
Untuk menghindari hal ini, pastikan kamu hanya menggunakan konten dari sumber yang legal. Beberapa situs yang menyediakan materi bebas lisensi secara gratis antara lain:
– Unsplash, Pexels, dan Pixabay untuk foto dan video
– Bensound atau FreeSound untuk musik bebas royalti
Kalau kamu ingin konten yang lebih eksklusif dan aman, kamu bisa berlangganan platform seperti Epidemic Sound atau Artlist. Lisensi dari platform-platform ini sudah termasuk hak pakai untuk konten digital seperti YouTube, TikTok, podcast, hingga iklan berbayar.
Selain soal hak cipta, masalah lain yang sering terjadi dalam digital marketing adalah kerja sama antara brand dan influencer tanpa kontrak tertulis. Banyak kerja sama hanya didasari oleh chat singkat atau kepercayaan pribadi, tanpa kejelasan hak dan kewajiban. Padahal, kontrak itu penting banget untuk mengatur hal-hal seperti:
– Apa saja jenis konten yang harus dibuat
– Tenggat waktu posting
– Berapa bayaran dan bagaimana metode pembayarannya
– Apakah brand boleh memakai ulang konten tersebut di iklan mereka
Tanpa kontrak, kedua belah pihak rentan mengalami salah paham. Misalnya, influencer merasa tidak dihargai karena kontennya digunakan ulang tanpa izin, atau brand kecewa karena hasil konten tidak sesuai ekspektasi. Semua itu bisa dihindari kalau sejak awal ada perjanjian tertulis yang disepakati bersama.
Lalu, dalam membuat konten promosi, kamu juga perlu memperhatikan etika dan transparansi. Menurut hukum di Indonesia, iklan atau promosi yang menyesatkan konsumen bisa dikenai sanksi. Misalnya, jika kamu menjual produk dengan klaim berlebihan seperti “pasti sembuh dalam semalam” tanpa bukti medis, itu bisa dianggap sebagai informasi yang tidak benar. Begitu juga dengan konten endorsement: jika itu adalah kerja sama berbayar, kamu wajib menyebutkan bahwa konten tersebut adalah iklan, misalnya dengan menyisipkan tagar seperti #Iklan atau #KerjaSamaBerbayar. Jangan sampai kontenmu menyamar sebagai opini pribadi padahal sebenarnya adalah promosi tersembunyi, karena itu bisa dianggap tidak etis.
Yang terakhir, semua konten yang kamu buat dan unggah ke internet bisa masuk ranah hukum melalui Undang-Undang ITE. UU ini mengatur banyak hal, termasuk pencemaran nama baik, penyebaran hoaks, pelanggaran privasi, dan penipuan digital. Bahkan komentar yang terlihat sepele bisa menjadi persoalan hukum jika mengandung ujaran kebencian atau menyebarkan informasi pribadi tanpa izin. Oleh karena itu, kamu perlu menjaga etika digital dan menyimpan bukti-bukti komunikasi, apalagi jika kamu melakukan transaksi, deal kerja sama, atau revisi lewat chat. Semua itu bisa menjadi bukti jika di kemudian hari terjadi konflik atau masalah.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa menjadi kreatif dan aktif di media sosial saja tidak cukup. Kita juga harus sadar hukum dan bertanggung jawab dalam setiap aktivitas digital. Dengan menghargai hak cipta, membuat kerja sama yang jelas, transparan dalam beriklan, serta menjaga etika komunikasi, kita tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga menunjukkan profesionalitas di dunia digital. Karena walaupun kita bermain di dunia maya, hukum yang berlaku tetap nyata.