Memahami Legalitas Copywriting, Slogan, dan Narasi Brand
Slogan yang singkat, unik, dan catchy memang bisa jadi identitas kuat bagi sebuah brand. Bahkan kadang satu kalimat saja bisa langsung bikin orang ingat produk atau layanan tertentu. Tapi di balik kekuatan kata-kata itu, ternyata ada aspek hukum yang tidak boleh disepelekan. Banyak yang belum tahu bahwa slogan atau kalimat promosi bisa masuk ranah hukum, apalagi kalau terlalu mirip dengan milik brand lain atau menyinggung kompetitor. Di dunia branding modern, kekuatan narasi itu penting—tapi jangan sampai salah langkah, karena bisa berujung gugatan.
1. Slogan Adalah Aset Brand, Bukan Hanya Hiasan
Slogan atau tagline yang kamu buat untuk brand itu bukan sekadar pemanis. Di mata hukum, slogan bisa dianggap sebagai bagian dari identitas merek, sama pentingnya dengan logo atau nama brand. Karena itu, slogan yang unik dan khas bisa kamu daftarkan secara resmi ke DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual) untuk mendapatkan perlindungan hukum. Kalau sudah terdaftar, tidak ada pihak lain yang boleh memakai slogan tersebut tanpa izin, bahkan jika hanya mirip sedikit. Inilah alasan kenapa banyak brand besar sangat menjaga tagline mereka — karena itu bagian dari kekuatan hukum mereka dalam bersaing.
2. Inspirasi Boleh, Meniru Bisa Kena Pasal
Banyak yang berpikir bahwa selama kita tidak pakai nama brand atau logo orang lain, berarti kita aman. Padahal, slogan atau gaya bahasa yang terlalu mirip dengan brand terkenal juga bisa dianggap sebagai pelanggaran hak kekayaan intelektual. Misalnya kamu bikin slogan “Just Do That” untuk brand olahraga — bisa jadi itu dinilai terlalu dekat dengan “Just Do It” milik Nike, dan itu bisa berujung pada teguran atau gugatan hukum. Jadi, meskipun terinspirasi, pastikan kamu membuat narasi brand yang benar-benar berbeda secara struktur dan gaya.
3. Klaim Berlebihan Bisa Dianggap Menyesatkan
Dalam copywriting brand, penting untuk jujur dan bertanggung jawab atas setiap klaim yang kamu buat. Kalimat seperti “produk terbaik di Indonesia” atau “terbukti menyembuhkan dalam 1 hari” mungkin terdengar meyakinkan, tapi jika tidak disertai dengan bukti atau data pendukung, itu bisa masuk kategori iklan menyesatkan. Dalam UU Perlindungan Konsumen, iklan yang tidak sesuai kenyataan bisa dilaporkan oleh konsumen dan berujung pada sanksi hukum. Maka dari itu, pastikan semua klaim dalam narasi promosi kamu bisa dipertanggungjawabkan secara fakta.
4. Menyindir Brand Lain Bisa Berujung Masalah
Beberapa brand suka membuat konten promosi yang menyindir kompetitor secara halus, entah lewat gaya bahasa, visual, atau perbandingan harga/fitur. Walaupun terkesan lucu atau cerdik, strategi seperti ini bisa membahayakan. Jika sindiran itu dianggap menjatuhkan nama baik atau menyebarkan informasi yang menyesatkan, brand kamu bisa dilaporkan dan dikenai pasal pencemaran nama baik atau persaingan usaha tidak sehat. Jadi lebih baik fokus pada kekuatan produk sendiri tanpa harus membandingkan atau menyerang brand lain.
5. Copywriting yang Legal itu Kreatif + Bertanggung Jawab
Kreativitas dalam menyusun kata-kata tetap penting, tapi jangan lupa harus diimbangi dengan tanggung jawab hukum. Supaya aman, kamu bisa terapkan prinsip berikut:
Buat slogan yang unik dan tidak menyerupai milik orang lain.
Hindari menyebut brand lain secara langsung maupun tersirat.
Sertakan data atau fakta pendukung jika membuat klaim besar.
Daftarkan slogan atau tagline yang ingin kamu jadikan identitas jangka panjang.
Dengan begitu, kamu tidak hanya membangun brand yang kuat, tapi juga aman dan profesional di mata hukum.
Penutup:
Kata-kata itu punya kekuatan besar. Tapi kalau salah pakai, bukan cuma gagal branding—bisa jadi masalah hukum.
Bangun brand yang kreatif, orisinal, dan legal. Itu baru branding yang berkelas.